Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Wednesday, May 18, 2011

Aku Bukan Lagi Berumur Sepuluh Tahun

06April2011


Dia. Kenapa nggak pernah bisa. Untuk sedikit saja mengerti aku. Aku yang berada paling dekat dengannya. Padahal aku juga, yang menyimpan semua. Rahasia tentang hati dan hidupnya. Yang aku tau, airmataku ini kerap tumpah karna rahasianya. Yang dia seru kan, tepat di telingaku. Yang nyaris tuli karna itu. Kenapa? Apa kurang semua yang ku tahan? Ku pendam bersama perih yang membuatmu tersenyum. Sedikit saja aku mohon, mengertilah. Tak perlu paham apa inginku, hanya cukup mengerti sedikit perasaanku. Yang masih sakit, terlalu sakit.

Kamu tau? Senja ini, airmataku jatuh lagi. Aku tau, kamu takkan pernah tau, atau mau tau.

Selama itu juga aku diam. Kamu tau? Kamu pikir bukan sesuatu yang melelahkan untuk bungkam? Walau hanya diam. Diam. Cukup dengan aku diam dan kamu bertingkah sesukamu, sepuasmu. Aku diam. Dan selalu begitu. Merasakan diamku itu, diantara aroma pilu. Dan kamu takkan tau. Itu aku. Itu Akuuuuuu! Yang menjadi saksi semua ceritamu, kisahmu!
Dan kamu tau, aku yang tau. Sayang, kamu tak paham tentang perasaan sakit yang kamu tusuk tepat di bahuku, bukan lagi jantungku.

Dan saat ini, aku meminta lagi. Memohon ulang. Beri aku ruang untuk menghela nafas, sebentar. Hanya sebentar aku mohooooon. Tolong, mengerti. Kali ini sakit lagi, dan kamu mengurai caci. Setiap hari, di depanku. Tentang siapapun itu, bahkan yang peduli padaku. Kamu tak paham, pikirku. Kamu memang tak pernah paham. Selalu begitu. Padahal aku diam, tentangmu, dia, mereka. Hidupmu, aku diam. Untukmu, aku tahan. Aku menahannya! Semua beban yang masih saja merekah di ujung bibirmu. Kamu tak sadar, tak akan menyadarinya. Apa yang aku mau.

Boleh saja kalau memang begitu, tapi aku mohon. Aku juga ingin tersenyum. Meski kecil dengan durasi yang selalu masih juga kamu batasi. Aku ulang, sekali lagi, aku memohon untuk kesekian kalinya. Beri aku hidup, kesempatan untuk benar-benar hidup.

Dan kali ini aku ingin kau yang diam. Diam, karna aku tak butuh cacianmu. Diamlah, diam! Karna aku mulai benci, diam atau aku juga bicara. Atau kamu memang mau semua tau, rahasia terhebat sepanjang zaman, punyamu. Atau memang kamu ingin begitu? IYA? Ah! Aku tau ini permainanmu, yang meletakkan ketakutan di denyut jantungku. Iya, aku mulai paham. Karna aku tak mungkin TAK DIAM. Kecuali ingin menikam leherku sendiri.


Kali ini aku juga tau, dan mau kamu tau. Aku bukan lagi yang berumur 10tahun, seperti waktu itu. Dulu, dulu sekali.

0 komentar:

Post a Comment