Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Friday, February 7, 2014

Hari Ke-7: Lahir Kembali


Baik-baiklah di sana. Kutulis surat padamu yang sudah mati sebelum hari ini.


Dan aku mengambil alih posisi. Aku lahir dari dirimu yang kemarin. Tuhan teramat mencintaimu, sebab mengambilmu lebih dulu, barangkali memang begitu. Kali ini, biarkan aku melanjutkan apa yang mesti kupenuhi. Yang belum sempat kautepati.



Di sini, ada sebingkis hati yang Tuhan beri sisa dari milikmu. Sudah berpindah jadi tanggung jawabku. Kualiri dalam darahku, melalui nadi yang menjalar ke ulu hati. Degupmu pun masih seperti dulu, kini aku merasakan detak jantungmu menyimpan satu kerinduan akan ketenangan. Tuhan juga sudah menitipkannya padaku. Tenanglah kamu, di sana.



Dan biarkan aku menyampaikan pesanmu padanya; lelaki yang membuatmu menjadi diriku. Aku masih bisa mengingatnya dengan baik, apa saja yang harus kutuliskan untuk ia resapi.


Kiranya seperti sudah lama mengenalmu, ya. Ternyata baru saja. Belum lama. Tak ada yang kebetulan dalam sebuah pertemuan, kau pun meyakini itu. Pernah kamu bilang itu padaku, ingat?

Anugerah yang begitu luar biasa untuk cinta yang tersemat begitu hebatnya. Aku berterima kasih untuk itu. Boleh jadi, bagi Tuhan, aku belum siap menerima perasaanmu sehingga Tuhan mencabutnya dari hatimu. Semestinya aku sadar, dengan satu kedipan saja, Tuhan bisa mengambil segalanya. Termasuk kamu. Sebab waktu itu, bagiku kamulah segalanya.

Sempat aku kehilangan diri, memoriku tak cukup baik mengingat berapa lama aku sakit jiwa. Mengasihani diri sendiri, pergi kesana-kemari, atau berdiam diri dengan tangis yang tak henti.

Kalau setelah hari ini kamu tak lagi sesumbar pada kabar, aku harap doaku tetap menggema dalam setiap sujud pada-Nya. Aku tak mengingkari, perkara hati siapa yang bisa lebih teliti. Cinta hanya seperti titik dan koma. Tanda baca yang kurang diperhatikan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Kupikir, bisa jadi cara bacaku kurang mengena. Kurang lancar dalam mengeja. Kurang baik dalam memahami. Kurang pandai dalam mencermati. Kurang khidmat dalam menikmati.

Ali Bin Abi Thalib
Tapi tali dalam saudara tak mungkin kulepas, kugunting begitu saja. Kita adalah bagian dari yang pernah saling berikrar pada janji. Hanya saja pada waktu yang kurang pas, di tempat yang tidak tepat, dan cara yang kurang baik untuk saling menepati. Kita adalah bagian dari yang pernah saling mengikat, hanya saja tak cukup kuat. Tentu saja, segala yang tanpa akad tak bisa bertahan berabad-abad.

Masih bisa mengingat wajahku?

Aku masih tersenyum di hadapmu, aku masih tertawa dalam candamu, aku masih seperti itu. Hanya saja, kali ini dalam kadar yang tak sama. Kalau aku mengaku mencintaimu karena Allah, sudah sewajibnya aku merindukanmu melalui Allah pula. Tak ada batas yang ukurannya paling pas, kecuali dindingnya adalah Allah.

Mungkin, pada bagian itu yang aku lalai menjaganya sehingga luka jadi akhir dari segala. Sudah kubilang, kalau sampai aku merasakan luka, artinya aku tak cukup bijak dalam bersikap. Aku pantas untuk sakit yang meradang, aku pantas untuk merasa terbuang.

Kalau ada yang salah dalam suatu hubungan, sudah pasti adalah kesalahan dua orang. Bukan kamu, bukan aku, tapi kita.

Aku yang membawa takdir jauh lebih dini. Mengira bisa kupelihara lebih dulu sampai waktu datang bersiap atas kebenaran. Ah, mana kutahu kalau ternyata aku diambang batas nol. Kali itu, kunikmati sebagai kesalahan yang akan jadi pemahaman yang lebih baik setelahnya.

Aku tidak pernah menyesal kecuali atas waktu yang telah kuabaikan untuk suatu kesia-siaan. Tapi kudengar lagi jarum jam yang mendenging di telingaku, tak pernah ada yang tak berguna kalau aku mengambil yang baik-baik dari yang paling sia-sia sekalipun. Cinta, sekali lagi aku tak pernah melupakanmu, apalagi membencimu.

Perkara hati yang bisa lepas kendali adalah ketidakpiawaianku dalam mengelola diri. Istiqomah memang jadi hal yang paling sulit bagi jiwa yang belum bijak. Aku belajar, kamu pun belajar. Kita sama-sama masih dalam proses berbenah diri.

Izinkan aku berterima kasih sekali lagi, untuk segala yang pernah kamu beri, yang pernah kita bagi. Aku begitu beryukur Tuhan masih sangat mencintaiku dan pasti begitu mencintaimu....

Salam hangat penuh cinta,
Fasih Radiana



0 komentar:

Post a Comment