Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Thursday, February 6, 2014

Hari Ke-6: Aku Malu Membaca Suratmu


Sebelum kubaca SURAT DARIMU, aku sudah lebih dulu tahu seberapa banyak abjad akan menjamuku dengan air mata....

Lama tak jumpa pada bibir yang menggilai asma Allah. Lama tak mendengar doa-doa yang kusemai di telingamu, pun begitu denganmu. Lama sekali rasanya, aku seperti kehilangan diri. Melalui surat ini, izinkan aku kembali.

Aku yang gagal pada satu harap yang kubuat sendiri. Aku selalu ingat apa yang jadi keinginan kala itu, Mbak. Saat Allah menyertai segala jejak dan Allah jadi satu tuju pada gerak. Aku masih selalu mengingat itu. Saat antusiasme membangun jiwa dengan cinta restu yang baik dari-Nya.

Aku ingat, aku belajar mengenakan rok darimu. Belajar darimu.

Mungkin aku yang tak sampai pada hatiku. Aku yang tergoda pada keelokan diriku sendiri. Salah pada waktu. Dan sekarang, segalanya jadi begitu sulit kukendalikan. Betapa aku ingin mengulang hari tapi cukup malu untuk berucap pada Tuhan. Apalagi padamu, Mbak.

Aku terlalu duniawi. Kalah pada diri sendiri. Semestinya, aku paham sebaik apapun lelaki tak kan luput melukai kecuali terjadi pada ijab yang terucap di janji suci. Ah, aku pikir waktu itu ... aku tak seperti gadis lain, Mbak.


Aku masih begitu mengingatnya. Segala tenang yang merambat pelan, berdiam dan merumah di hatiku sebab aku di kelilingi wajah-wajah dengan aroma iman. Aku baru sadar, Mbak. Cinta yang kupikir begitu membuatku bahagia kemarin ternyata satu bab uji dari Tuhan. Dan aku merobek satu bab yang kutahu maksudnya sejak awal. Aku sengaja tak membaca setiap paragraf yang berjejer mengingatkan aku. Aku menulikan telingaku, aku menutup segala celah yang bilang bahwa tak akan ada jenis cinta yang benar sebelum halal bagiku. Aku salah kaprah. Aku salah langkah dan tetap meneruskannya.

Sampai pada Allah sendiri yang membuka ruang kabar. Aku dibuat kalang-kabut seperti tidak punya Tuhan. Berjam-jam menilik hati yang penuh gurat luka. Mengingat bagaimana Tuhan mengambil segala yang kurasa bahagia, bahkan aku sempat bertanya mengapa. Seharusnya aku bersujud tunduk dan begitu malu ya, Mbak.

Aku malu, bahkan tak kuceritakan padamu apa yang terjadi. Aku tahu kamu pasti mengetahui dengan sendirinya.

Sebenarnya ada lubang besar di dadaku saat cinta tumbuh dan tak bisa kucegah. Saat aku mencintai hati yang sengaja Tuhan pertemukan di saat semestinya aku membentengi hatiku, ada yang memberontak. Hati kecilku bilang jangan. Tapi aku kalah pada cinta sesaat yang ia suguhkan. Dan segalanya terjadi begitu saja. Barangkali, Allah ingin melihat seberapa kuat kata-kataku. Dan hanya seperti daun kering yang tak sanggup bertahan di tangkainya. Maaf, Mbak. Bisa kita mulai segalanya dari awal kembali?

Sudi kiranya kauingatkan aku, boleh kautampar wajahku berkali-kali, jika di tengah-tengah aku lengah lagi. Kali ini, biar kutanggung segala yang sudah kadung jadi sesal tak berujung. Kuganti dengan iman yang lebih tinggi.

InshaAllah, Mbak.

#30HariMenulisSuratCinta

0 komentar:

Post a Comment