Suara merdu menderang, aku bernyanyi sembarang. Hanya sekadar ingin kamu senang. Seperti kamu yang selalu membuatku jadi semakin tenang saat matahari sudah mulai berenang, nyaris tenggelam sampai petang menjelang. Meski benang merah masih saja kusut, berurut menyulut ragu dalam katup mulut. Tapi setidaknya, hari ini untukmu. Setidaknya untuk hari ini.....
Aku masih serupa kemarin, seperti kemarinnya lagi. Masih menanti di sini. Duduk berjuntai berlayar mendengar derai ombak pantai yang bercerai. Dalam bayang petang, aku ingat ada yang datang menjelang. Bagai terompah kuda yang pijar, kau pangeran dari istana negeri dongeng yang memeluk resah dalam gemetar. Melewati sekelebat sunyi, terusik riak senyummu yang membuai. Burung kecil yang menunggu-nunggu induknya kembali dari balik fajar. Tak akan lengah menanti yang tak pasti.
Begitu hari ini, semua tetap jadi yang paling kau nanti. Menyibak hati, mengintip dari balik sanubari. Kalimatku ini bukan sembarang baid dalam sepi. Abjadku ini bukan prasasti yang untuk disusun dalam lemari. Sebab setiap malam berganti, cintaku mendaki dalam sunyi. Mendoa tak henti-henti, untuk hari ini sampai nanti. Sebab kata-kata telah habis terurai, yang paling suci akan terus kujaga dalam air mata di waktu bersunyi.
Bukan untuk menangisi, tapi membingkai lelahmu yang mungkin saja sering melambai-lambai terkulai. Hey, kemarilah mendekat dalam dekap! Sebab hangat memang datang saat senja mulai senyap. Sudah lama sekali rasanya, kau bercampur hibur dalam tidur; bunga tidur. Di setiap malam dalam mimpiku, kau berjalan melembur. Begitu sepertinya cinta mulai bertabur menghambur.
Sudah lama sekali rasanya, kau membisu dalam khayalku. Sudah lama ya, digenggam tanganmu seperti nyata di bawah bulan purnama. Sayang, lihatlah!
Bulannya sudah tidak bulat sempurna seperti kau masih dalam pelukan. Seperti temaram terbungkam mega, kau dan aku bagai larut dalam jarak yang dibentangkan angin lalu. Tak bisa menembus ruang dan waktu.
Bulannya sudah tidak bulat sempurna seperti kau masih dalam pelukan. Seperti temaram terbungkam mega, kau dan aku bagai larut dalam jarak yang dibentangkan angin lalu. Tak bisa menembus ruang dan waktu.
Hey, tersenyumlah meski denyut hatimu mengungkap gelisah. Tersenyumlah meski penyebabnya bukan lagi tawaku. Tersenyumlah, sebab aku ingin hari ini menjadi yang paling berarti. Meski bukan aku yang mengubah gerimis jadi pelangi. Meski bukan aku yang mendamai di hati, aku tetap menantimu dalam sederet senyum yang mengiringi. Mengiringi langkahmu selagi masih belum tersisih, selagi pintu rumahmu belum terkunci. Tersenyumlah, meski ternyata di bab terakhir ceritamu, bukan aku yang bisa melengkapi. Bukan aku yang menggenapi, bukan aku yang kaurestui.
301012~Untukmu, kalimat yang tersirat seperti semburat langit jingga; artikulasi yang menyimpan banyak makna. Temukan sendiri yang tersembunyi.
4 komentar:
Mrs.Kidal!
dasar fansku :p
Asalkan kmu lebih baik dariku,aku senang,
nice post :) izin share di blogku yaa :D
Post a Comment