Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Saturday, January 1, 2011

INI JERITAN HATIKU

Bloggers, beberapa hari nggak ngeposting apa-apa sekalinya ngeposting malah bukan kisah lanjutan ku yang berjudul "DIA DAN KISAHNYA" itu. Kali ini ada request cerita, yah, berhubung harus professional jadi ku penuhi permintaan teman lamaku itu. Cerita ini pun belum smapai akhir cerita tapi aku sudah diribetkan sama jadwal-jadwal lain(gayane). So, harap sabar ya para pembaca:)


Menghitung sunyi pada sisa-sisa abjad, aku melangkah tanpa arah, bergejolak merangkai kenangan. Di bawah semburat langit legam, mencari bunga yang dicuri malam, wanita itu, wanita yang bungkam dari ceritaku. Ku tutup rapat-rapat segala yang mengingatkanku pada aroma tubuhnya, yang lekat teramat di relungku.

Sudah jam 12malam, jemair-jemari kaki ku belum juga berhenti berjalan di bawah malam dingin yang menggigit tulang. Mataku menerawang ke arah rumah, tapi tak berpikir untuk masuk ke dalamnya. Aku duduk memeluk kedua lututku, bibirku gemetar tak kunjung berhenti. Jelas aku masih mengingat kejadian waktu itu. Menguasai seluruh pikiranku, terlampau jauh ke masa itu.

"Sorry Dear, tapi aku rasa kita udah nggak bisa jadi satu lagi"
"Hm ya, aku tau, itu juga yang barusan mau aku omongin"
"Makasih ya, kamu udah ngertiin aku"
"Always", batin ku.

Kalimat terakhir dari mulutku. Siang itu juga aku baru tau kalau ternyata Nadya mencintai lelaki lain. Dan bodohnya lagi, aku sempat mengabaikan nasihat seorang temanku yang pernah mengingatkan aku. Angin panas yang berhembus siang itu membuat membuncah aliran darahku. Tapi luka ini harus ku bakar habis bersama kebahagiaannya, Nadya. Ya, wanita yang mungkin hingga saat ini masih bisa ku rasakan, atau karna sahabatku yang merenggut separuh nafasku. Hal yang paling mematikan siang itu, mataku sendiri yang melihat mereka bergandeng tangan penuh gejolak. Bahkan sesak di jiwa pun masih bisa ku rasakan berulan kali saat ini. Dan anjing, umpatku! Tak habis pikir, kalau harus selalu melihat mereka bercumbu di hadapku. Sejak saat itu diamku menjadi saksi bisu, rela yang ku bagi dengan sahabatku itu cukup jadi yang pertama dan terakhir, takkan ada lagi. Semua ku anggap mati dan tak pernah terjadi. Tak semudah membalikkan telapak tangan, uap api kerinduan kerap datangmerasuk tubuhku. Sampai embun datang memperkenalkanku pada Yura, dan merapuhkan ingatanku tentang Nadya dan pengkhianatan yang ia lakukan bersama sahabatku. Tiba-tiba gerimis tumpah membuyarkan lamunanku, dengan langkah yang terseret kakiku berjalan ke arah rumah yang sedari tadi ku pandangi, rumah yang ku rasa terlalu besar untuk menghabiskan udara sendirian di dalamnya
***

Hujan rubuh dini hari, membuat otot-otot malas terjaga dari bunga tidurnya. Telepon dengan dering lagu dari ost.my heart yang dinyanyikan Nirina Zubir itu pun tak digubris lelaki berkulit putih dengan tinggi 170 kurang 2cm itu(masih bisa nambah kok:P). Sepertinya ia terlalu lelah setelah tadi malamsempat begadang dan baru terlelap pukul 01.00 dini hari.

"TOK TOK TOK", terdengar sudah 10kali ibunya mengetuk pintu.
"Mas, bangun ntar telat ke sekolah!", suara Ibu lelaki itu terdengar setengah berteriak karna yakin jagoannya itu tidak akan bangun jika tidak dengan cara seperti itu. Entah mengapa Ibunya memanggil dengan sebutan 'Mas' padahal lelaki itu adalah anak bungsu. Bukankah seharusnya 'Dek'? haha.
"Iyaaaaa", suara malas yang tidak terlalu jelas terdengar dari luar menjaadi jawabannya.

Tepat pukul 06.45WIB, sepeda lelaki itu nongkrong di parkiran sekolah. Seketika itu bel masuk berbunyai cukup keras dan lama. Lelaki berambut coklat kemerahan itu memilih masuk lewat jalur alternatif, jalan terselubung. Ya, tepat di mana ia memarkirkan sepedanya. Dengan begitu, ia bebas tugas membaca asmaul husna sambil berdiri bersama siswa lain yang terlambat.





To be continue ...






0 komentar:

Post a Comment