Setelah khianat, kukira pemaafan adalah damai. Kupikir ikhlas bisa begitu mudah datang dengan sendirinya. Ternyata cinta tak bisa kembali sedia kala. Kau telah kehilangan aku, yang mencintaimu sejak tatapan pertama.
Nafsu dunia ajarkan sesuatu yang nyata, sepersekian detik saja hasrat memeluk tubuh, air mata mesti bersiap melepaskan dirinya. Kehilangan dirimu dahulu hanya sebab mata batin yang terlalu unggul memilah raga adalah penghinaan, bagi wanita muda yang terbiasa tanpa siapa-siapa. Kini, setelah kabar lamar dalam genggam dunia, akhirat jadi patokan. Tak kubiarkan sedikit pun udara menguasai perasaan bahwa pasti adalah kita. Masih ada kemungkinan-kemungkinan patahnya takdir bila tak cukup ajek menggema.
Bila saja, persis aku adalah rusukmu yang hilang, biar seluruhnya geladir sampai sah dibuat galir lincir ijab-kabul.
Setelahnya, boleh kiranya kau mulai ajari aku mencintaimu dari mula. Mengembalikan yang pernah kau paksa pangkas rata. Habis tak tersisa, kecuali geram merungus dendam yang tak ada puasnya. Ajari aku mengampuni impresi jejas yang tak juga reda. Ajari aku mengenalimu sebagai wajah anyar yang mengeratku sampai ke surga, bukan sekadar lelaki muda yang sedang dimabuk asmara, buta tujuan, dan tak punya cara membangun bahagia. Sungguh, ingin kulihat sendiri, seperti apa sesal menggugah seseorang menjadi sahaja.
Ajari aku membawa diri hijrah dari luka sukma,
memaafkan memar memoar,
melupakan engkau yang dahulu.
1 komentar:
Membaca tulisanmu ki jan koyo penerjemah tenan kok. Maksudnya hanya A, kamu tulis dengan hurus B+C=A. Pusing.
Post a Comment