Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Saturday, July 12, 2014

Posesif


Aku bukan tipe wanita yang posesif, Sayang. Boleh kau tanyakan pada ia yang sempat membarengi langkahku. Aku tak pernah merasa memiliki. Itu prinsip yang sejak lama kuteguhkan dalam diri.

Aku bukan tipe wanita posesif, Sayang. Coba saja tanyakan pada ia yang pernah menjadi bagian dariku sebelummu. Aku tak pernah mencemburui siapapun, kecuali sedikit sekali dan sebentar saja. Sebab aku tak pernah merasa berhak memiliki. Itu prinsip yang selalu kumasukkan dalam hati.

Aku bukan tipe wanita posesif, Sayang. Bisa kau tanyakan pada ia yang dulu memenuhi hari-hariku. Jangankan cerewet soal ini-itu. Bertanya sedang apa pun tidak. Kuberi seluas-luasnya kebebasan untuk bepergian ke  manapun, bahkan tanpa aku. Aku juga tak suka sama sekali dijejali pertanyaan sedang apa, di mana, bersama siapa, sudah makan atau belum, dan pertanyaan-pertanyaan klise lainnya. Sungguh, kalau memang peduli, jangan hanya bertanya. Langsung saja menemuiku, membawakan makanan, memberikan hadiah sekalian. Itu prinsip yang sejak awal kuterapkan, tak perlu memelas perhatian. Aku tak membutuhkannya.

Jangankan kepada lelaki yang baru hitungan jari kukenali, kepada orang tuaku pun, aku tak pernah meminta barang sedikit saja perhatian. Tak perlu mencari-cari. Aku bukan wanita semacam itu. Silakan bertanya pada orang tuaku, berapa kali mereka tahu-menahu aku sakit. Kalau masih bisa kusembuhkan, kulakukan sendiri.

Bukan sebab aku angkuh, bukan juga rangah merasa bisa melakukan segala tanpa sesiapa. Tapi ini menyoal habits, Sayang. Kebiasaan yang diajarkan kedua orang tuaku membuatku tumbuh menjadi wanita yang malu jika meminta sesuatu—semacam perhatian—kepada siapapun juga. Bukankah perhatian akan berdatangan dengan sendirinya jika seseorang memang layak diperhatikan? Sebab itu, aku selalu mendapatkannya tanpa harus mencari apalagi merengek ke sana-ke mari, tetapi membaikkan diri dan akulah yang dicari untuk diberi.

Sayangnya, ada lelaki lancang tetiba memasukiku tanpa aba-aba, tanpa peringatan, tak juga dengan permisi. Mengkoyak seluruhku. Aku hilang kendali.

Perlukah bertanya siapa orangnya? Atau di mana saja letak posisi sumsumku bergeser lalu berjatuhan dengan perlahan.

Aku bukannya posesif, Sayang. Siapalah wanita ini, berani-beraninya mengatur polamu. Tapi aku tak suka melihat wanita lain lebih pandai membuatmu tersenyum ketimbang aku. Aku tak bisa mendengar tawamu lebih renyah dengan yang lain daripada dibuat olehku. Sungguh, aku tak sudi ada wanita lain menatap lama-lama seraut wajahmu.

more quote www.fasihrr.tumblr.com | follow me @fasihrdn

Aku bukannya posesif, Sayang. Aku hanya ingin tahu saja di mana kamu berada, sedang apa, dan kalau boleh tahu, dengan siapa. Bukan ingin membuntutimu, apalagi memintamu menghubungiku sepanjang waktu. Bukan itu. Aku hanya perlu kabar darimu agar tak terus-menerus kutunggu. Jangan kira aku tak mengerti kamu mulai terganggu dengan itu, aku tahu betul kamu butuh ruang untuk melejitkan potensi, memperbanyak relasi, dan menikmati duniamu sendiri. Begitu sulitkah meluangkan waktu barang satu menit saja untuk berbicara soal jadwalmu, membuatku tak perlu merasa jadi wanita dungu yang mencari-cari tahu keberadaanmu setiap waktu, apa harus selalu aku yang mencecarmu dengan kalimat tanya yang itu-itu juga?

Ah, haruskah kuulangi berkali-kali bahwa kamu punya satu kesalahan besar waktu itu, menjejakiku dengan dusta. Tak wajarkah jika aku masih bisa merasakan getir begitu takut kaubohongi kembali, diam-diam bermain dadu di belakangku. Menyampaikan rindu pada masa lalu. Meskipun semestinya kautahu, kesalahan hanya terjadi satu kali. Kalau terjadi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, itu bukan lagi sebuah kesalahan. Itu adalah pilihan.

Sungguh, aku bukannya posesif, Sayang. Tapi denganmu terkadang aku jadi ingin bermanja, sebentar saja. Sesekali jadi suka mengeluhkan ini-itu. Tapi kaubilang, aku tak dewasa, begitu kiranya aku jadi sungkan mengungkap kerinduan, enggan bilang sedang ingin diperhatikan. Lalu merasa hina karena tetiba kehilangan harga. Mengapa jadi ingin ditanyai apa-apanya?

Ingin sekali rasanya berhenti sejenak dari rutinitas ini: mencintaimu. Lalu mengintaimu tak lagi jadi kebiasaan baruku. Aku ingin menjadi aku yang dulu, sebelum kau ubrak-abrik prinsipku. Tenang, Sayang. Kalau kau tak suka dengan ini, sedang kuusahakan untuk tak lagi ingin tahu semuamu. Kucoba berhenti mengeja semua huruf di jejaring sosialmu. Beri ruang untuk waktu, barangkali ia sendiri yang akan menghapusku.



120714~Tapi kuberi standing applause buatmu, Sayang. Membuatku akhirnya merasakan betapa resahnya menjadi wanita. Membuka kedok keangkuhan yang kubungkus dengan apa yang kusebut prinsip. Nyatanya, aku masih juga bisa merasa lemah atas kepayahanku menjaga yang kukira kehebatanku selama ini.


0 komentar:

Post a Comment