Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Thursday, April 3, 2014

Mengubah Pola Pikir



Ketika ada yang berbuat kesalahan, sudah menjadi kebiasaan bahwa yang semestinya bebenah adalah dia. Iya, dia seorang yang dianggap bersalah. Mengapa tidak mengubah pola pikir, bahwa saat ada suatu kesalahan terjadi, semua yang terlibat di dalamnya adalah yang perlu sama-sama introspeksi? Walaupun nyata-nyata di mata Anda, ada satu orang yang punya andil paling besar dalam kesalahan tersebut.

Semisal, seorang anak yang lebih suka tinggal bersama neneknya ketimbang bersama dengan orang tuanya. Ayah dan Ibunya kecewa, marah, kesal, dan sedih karena anaknya seperti bukan anaknya, tapi seperti anak nenek. Anaknya salah. Iya, kesalahan besar karena tidak menganggap kedua orang tuanya. Lalu orang tua menyalahkan sikap anaknya. Yang tidak disadari, ternyata, semakin anak itu disalahkan dan disudutkan tanpa solusi yang lebih bijak, ia justru akan semakin lebih nyaman dengan rumah neneknya.

Kalau saja mau mengubah mindset dan berpikir mengapa hal semacam itu bisa terjadi, mungkin saja akan menemui solusi lebih baik dalam memperbaiki keadaan.

Setelah dirunut kembali, ternyata sejak kecil anak itu sering dititipkan pada neneknya. Karena ayah dan ibunya sibuk bekerja. Sehingga, bagi anak itu, rumah nenek adalah keluarga yang ia punya. Terbentuk rasa nyaman dengan keadaan dan suasana rumah nenek daripada rumah orang tuanya, hal itu terjadi karena pembiasaan atau habits karena sering dititipkan pada neneknya.

Atau contoh kedua,

Ada seorang lelaki yang dianggap pemberi harapan palsu oleh hampir semua wanita yang mengenalnya. Lalu berita menyebar dan publik menyimpulkan bahwa lelaki ini adalah laki-laki yang tidak baik.

Setelah diurut kembali, ternyata lelaki itu punya watak dasar yang baik dan suka menolong. Siapapun tak terkecuali. Dan wanita-wanita yang mengenalnya dan kebetulan mendapat perlakuan baik dan istimewa, merasa lelaki itu memiliki maksud lebih padahal sebenarnya hanya ilusi hati para wanita itu sendiri.

Lalu siapa yang salah kalau sudah begini? Bagaimana penyelesaiannya?


Semua yang terlibat dalam suatu permasalahan, maka sebenarnya kesalahan tetap terletak pada masing-masing pihak. Perlu ada dorongan "saling" sehingga dapat memperbaiki apa yang kurang tepat. Saya pikir, tidak mungkin hanya salah satu pihak saja yang berubah, yang memperbaiki.

Dalam kasus pertama, bukankah akan jauh lebih baik jika si anak mencoba membiasakan diri untuk mengubah pola pikirnya bahwa rumah orang tuanya lebih nyaman dan memang di sanalah tempatnya pulang. Tapi itu tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh peran orang tuanya. Dalam proses pembiasaan baru tersebut, si anak tetap perlu di-support agar benar-benar mudah membiasakan diri untuk pulang ke rumah orang tua, bukan lagi rumah neneknya. Orang tua tetap harus mendorong si anak, membantu anaknya untuk lebih merasa nyaman di rumahnya. Ini hanya masalah pembiasaan. Tapi jika dalam proses "pembiasaan baru" ini gagal, lalu orang tua menyudutkan si anak lagi, maka saya jamin anak itu akan kembali pada kebiasaan lamanya, yaitu pulang ke rumah neneknya. Itu mengapa perlu proses panjang dan sabar untuk membentuk kebiasaan baru. Dengan saling mendukung satu sama lain, bukan menyalahkan satu pihak saja.

Dalam kasus kedua, yang perlu diubah dasarnya tetap pada pola pikir. Kedua belah pihak harus sama-sama mengubah sikap. Barangkali, dari pihak laki-laki, cobalah memahami bahwa wanita mana yang tidak tersanjung bila diperlakukan dengan baik? Hanya saja bisa dikurangi porsinya, atau memberi batasan ketegasan pada wanita agar ia tidak akan berpikir bahwa ia sedang diperlakukan spesial, satu-satunya. Dan untuk pihak wanita, cobalah ubah mindset dengan membentengi hati, bahwa kebaikan laki-laki jangan langsung diartikan ia memiliki perasaan pada wanita itu. Bisa saja, laki-laki itu memang memperlakukan semua wanita dengan cara yang sama.

Mungkin dua contoh di atas adalah perkara sepele bagi Anda, tapi hal-hal sepele semacam inilah yang terkadang menyebabkan kesalahpahaman berkepanjangan dan menimbulkan kekecewaan-kekecewaan yang lain. Masih banyak sekali hal-hal lain yang dianggap sepele tetapi ternyata tidak bisa diselesaikan dengan hasil yang baik. Segala yang besar selalu bermula dari yang kecil.

Karena penyebab utama masalah tidak pernah terselesaikan atau selesai tapi menyisakan luka dan sakit hati hanya sebab kita sering kali memosisikan diri sebagai korban. Bahwa orang lainlah yang bersalah. Kitalah yang dirugikan. Betul?

Yuk, libatkan diri kita masing-masing untuk saling memperbaiki satu sama lain :)


Salam,
Fasih Radiana

3 komentar:

Ibnu Hajar said...

manarik, bisa buat motivasi.
salam super, kunjungi blogku juga ya.... www.img-media.blogspot.com

Ibnu Hajar said...

audio puisinya bikin merinding,,,,,, romantiz abiezzzz

Terbaur said...

keren,kunjungi blog aq ya..
materiugm.blogspot.com

Post a Comment