Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Sunday, November 6, 2011

Dalam Dekap Tuhan, Aku Meminta


Tuhan, aku ingin menembus kepekatan mega, yang angkuh hendak meledakkan getar amarah. Aku ingin menangkap kilau kedalaman sisa-sisa suara dalam batas senja. Izinkan aku saja yang menyeringai terluka, jangan mereka. Aku masih bisa tegar dalam sikap sempurna, meski tangisku pecah di batu. Tapi jangan biarkan mereka meminang air di sangkar mata, gantikan saja dengan selaksa tawa.

Aku merasakan kegaduhan yang begitu sepi. Aku tak sanggup melihat tubuhnya terguncang isak tangis yang gemetar. Aku tak mampu meraba denyut yang tak lagi rapi, berdesau dalam kesakitan. Aku tau Tuhan, ini bagian dari skenario drama yang berakhir bahagia. Tapi apa tak bisa aku saja yang tersayat oleh rasa? Cukup aku saja yang merasakan duka beruntun yang mengantarkan sembilu.


Jangan mereka, aku tak sanggup mendengar desir angin yang mengabarkan kesakitannya. Semegah fajar aku meminta, bersimpuh tertunduk dalam posisi jauh dari batas paling bawah. Aku lelah terlibat dalam debat, sekelumit baid doa ini rinduku pada setetes embun di pagi hari. Mungkin juga rinduMu berpeluh aku, menumpah ruahkan gelisah yang membuncah.

Sekelebat sunyi menyaksikan hening di sekeliling doa yang tersungging syahdu. Pilu bertalu, menyentuhkan ujungnya pada garis putus-putus, airmata pun tetes mengalir lewat celah-celah resah. Dan Tuhan aku masih memujamu, menghapus hitam yang tersebar. Karena setapak lagi tak berlampu, aku tak mampu. Aku gagap tanpa daya, tak bisa lagi mendistorsikan fakta. Nyata suaraku sudah serak parau, menyemburatkan retak di muka kaca jendela.

Tuhan, sejurus mataku sudah kehilangan arah pandang, dan aku memang hanya penyair kehidupan yang membasuh kisah lewat kata. Tapi ini doa teramat dalam, Tuhan. Doaku mencari muara, karna mulai lelah mengeja, rupanya aku mulai buta arah, hampa tujuan.

Aku masih yakin, masih percaya galur lekuk barisan anggun doaku pasti terengkuh keajaiban Tuhan.

061111

0 komentar:

Post a Comment