Aku kehabisan abjad. Mencintaimu menghabiskan kata tanpa sisa. Ibarat mati gaya, aku kehilangan tata bahasa. Memintal rasa rindu yang berulang tertuang pada baid beralur menjuntai. Garis yang tergerai melekatkan cinta yang tegas. Pandanganku terbentur sejurus mata, membuat hening di sekeliling.
"Aku mencintaimu."
Aku bisa mendengarnya tanpa harus kau katakan dengan gema yang meraung-raung seantero jagad. Aku merasakan getarannya, meski kau tak melingkarkan jemari di kelingkingku. Aku tahu betul kau sudah berjanji pada suci yang tulus menjalar di dinding hatimu.
Aku bukan dabir yang mencatat asprak tentang janjimu yang mencintaiku sepanjang waktu. Sebab aku tak menginginkan rayu nyaring menusuk gendang telingaku. Aku bosan pada bibir luwes yang menggelakkan tipu dengan janji palsu. Aku lebih memilih diam melihat tingkahmu dari arah yang menyebar. Lebih gamblang menilai seberapa dalam cinta tersemat di hatimu, yang terkadang masih berdegup meragu di jantungku.
"Aku juga mencintaimu."
Meski tak lincah membaurkan kata di sela tawa, tapi dalam lirih aku menjerit tanpa suara. Aku tenang denganmu di sini. Kau membuatku sibuk mencintai bahkan mereka yang membenciku. Seikat kembang jadi saksi, membingkai nada mencipta tembang asmara. Teruslah berdiri di samping lelahku, sebab aku tegar melekatkan peluk di balik senyummu.
0 komentar:
Post a Comment