Seberapa pantas sebenarnya, menunggumu setiap jingga melintang diantara angin yang menusuk sela rusukku. Tak peduli waktu makin membunuhku dalam tingkah tak berbatas. Aku hanya ingin melihatmu, meski dari jarak yang terhalang hujan. Atau duduk di sudut pejaman mataku yang mulai letih terlihat, yang merasa lelah terpandang dari segala penjuru.
Aku harap hanya mata setajam milikmu yang memiliki waktu untuk sekedar mencuri arah di balik bising yang mengganggu langkahku. Cukup kamu saja yang merasakan aku, sedalam mungkin beradu emosi yang memuncak, cukup kamu. Aku tak meminta siapapun lagi untuk menggenggam jemariku. Cukup kamu. Apa kamu mengerti? Seberapapun kuat godaan mengaung di telingaku, aku tetap hanya ingin dekapanmu. Bukan yang lain. Bagaiman cara membuatmu mengerti, aku benci terus begini. Beringas berubah tak lekat aturan, aku jadi pencemburu, tak rela membagimu meski hanya segaris senyummu yang tersebar di tepian waktu.
Andai saja aku bisa mengurai sakit di benakku, di depanmu airmataku tergelak jadi tawa. Sepertinya semua baik-baik saja. Hanya dengan bertemu lingkaran matamu, gundahku hilang. Dan mengapa selalu merasa tak ada luka yang tertoreh dalam, seperti tiba-tiba bersembunyi di tempat yang tak bisa ku jangkau sendiri. Karena di dekatmu? Sebegitu hebat mematikan angkuh yang merangah di setiap senyumku. Sebegitu kuat atmosfermu, membuat gemeretak gigiku makin menggelitik. Sehangat itu kah tubuhmu, memeluk resahku. Hening. Sehebat itukah kamu menyentuh cintaku?
Tentangmu, aku hanya ingin sendiri melingkari senyummu, please my heart enough to feel your love. Aku tak ingin membaginya dengan siapapun. Cukup aku saja. Cintaiku saja. Aku saja, dengar aku saja. Cukup lihat aku saja. Aku saja.
0 komentar:
Post a Comment