Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Thursday, October 11, 2012

Bicara Perihal Aku, Kamu, dan Kenangan


Berkali-kali aku mengucapkan janji, akan segera pergi menjauhi yang tidak akan pernah bisa kusandingi. Berkali-kali aku mengingkari, nyeri di dada justru makin menjadi-jadi. Berkali-kali barisan doa yang kurapal dalam pekat yang lekat dengan penat, aku membisikkan satu nama. Masih saja dengan posisi yang sama, masih seperti itu saja. 

Bias dingin memeluk erat air mata yang makin deras merebak. Aku duduk bersinggungan dengan lengan yang tak 'kan pernah kubiarkan jadi sebuah bayang-bayang, lalu melayang bersama petang. Aku duduk bersinggungan dengan lengan yang selalu menjadi tumpuan sampai pagi kembali datang. Lalu bagian mana yang harus kudustakan? Membiarkanmu pergi lalu aku berhenti menjuntaikan kaki pada jari-jari lentikmu yang menari. Membiarkan aku berperangai sendiri, bertikai sendiri dengan ironi.

Seperti itukah seharusnya? Decit yang menjerit, menumpahkan tinta hitam pada secarik kertas yang melentingkan diri. Bertabrakkan dengan aroma hujan; kenangan.

Lalu aku lebih memilih bersembunyi di balik waktumu. Waktu yang katanya tidak lama lagi. Waktu yang mencuri hati pada bulan yang mendaki. Merenggut lagu di lirik sunyi. Mengendapkan kerinduan yang menyentuh rongga telingaku. Lalu kamu menghitung jejak tapak, mengikuti arah angin yang menggigilkan pucat resahku. Begitu seterusnya, sampai malam ikut berteduh di jarimu. 

Sepenggal rindu yang menawar dingin, membungkam suara-suara. Merusak abjad-abjad  sisa bahasa, sebab napasmu menghembuskan cinta. Menguak melewati batas angan, aku geriap lalu lalang. Mencari-cari kebenaran yang menjadi saksi kisah yang mengindahkan suara serak parau. Kau, selalu membuatku terpukau. Engkau.

Matahari menyurup, menjingga atas kerinduan tanpa tepian. Masih mencari di mana cinta yang tegas?

Aku bosan terlibat dalam debat, penat mendengar alasan yang berkutat pada itu-itu saja. Menghabiskan napas bersama turunnya senja, begitu saja. Begitu sederhana.

Toh, sekelumit baid tak 'kan ada artinya. Sebab aku belum menemukan diorama yang pas untuk memamerkan adegan kita dalam dimensi yang lain. Yang selalu sengaja disembunyikan. Lalu berjumbul di keremangan, bukankah selalu berakhir pada kenangan?

Cericit binatang malam membuatku suntuk belum mengantuk. Melirik langit, beginikah caranya Tuhan mendistorsikan perasaan? Menyilangkan aturan di persimpangan. Aku mau meneguhkan bibir, mengayunkan angin semilir. Menghentikan kibas hujan yang selalu saja menceritakan tentang cinta yang berbaur pada luka sukma. Mengalirkan air mata yang nyaris mengering. 

Lagi, aku tak pernah benar-benar bisa tegar dalam sikap sempurna tanpa ada kamu yang menyusupkan tenang di antaranya. Sebab sepertinya kamu sengaja membuatku tak bisa menembus kepekatan mega. Sendirian. Sebab sepertinya engkau sengaja melakukannya, mengubahku tak terbiasa tanpa ada kamu di dalamnya. Membuat separuhnya berada dalam hela napas yang sama. Aku yang tidak lagi bisa sendiri tanpa melibatkan kamu dalam setiap tradisi. Begitu, sampai kamu sendiri yang meninggalkan kepingan. Sampai kamu sendiri juga yang akhirnya meninggalkan.

Lalu seperti apa seharusnya aku dan kamu lepas dari belenggu waktu? Sebab sepertinya kamu lupa mememberitahuku caranya melupakan, mendustakan kenangan.




111012~Bicara perihal aku, kamu, dan yang tak bisa menjadi kita. Lalu caci maki saja tulisan yang kamu baca, biar menjadikan lukanya makin sempurna. Meretak sampai ujung terdalam.

0 komentar:

Post a Comment