Masih banyak tanda tanya menggantung di sela jemari. Masih ada bayang yang tak juga melarikan diri. Mengapa jarum waktu mesti memutari angka yang tak ingin cepat-cepat kulalui? Kalau bisa, sebaiknya hari itu tak pernah berakhir. Atau aku perlu formalin untuk mengawetkan perasaannya.
Denting yang berbunyi makin kencang saat bulan sudah menyemburatkan warna emasnya. Membuatku seperti berada pada lorong kecil yang sarat akan hampa. Aku tak suka keramian, tapi aku benci sepi yang menyelipkan kenangan. Ah, kamu masih saja berlarian dalam pikiran.
Lalu buat apa perpisahan yang sudah kauupayakan, nyatanya aku masih sama saja.
Andaikan saja malam itu tak pernah menjadi pagi. Mungkin aku masih dalam genggaman. Berharap menjadi pelukan yang menghangatkan. Bukan, itu bukan keinginan sebab aku tahu kamu tak suka aku berharap. Hanya satu kantong kecil sebuah lamunan yang berkhayal melewati batas normal.
Lalu buat apa memintaku melupakan malam yang kaujadikan kenangan?
Nyatanya aku masih juga merasakan dengan hentakan yang sama kuatnya. Percuma, kalau tetap tak bisa mengakhiri apa yang tak pernah ingin kumulai. Tapi sepertinya kamu punya terlalu banyak alasan untuk tetap meninggalkan.
Lalu buat apa sebenarnya, dipertemukan dengan suatu kebetulan kalau akhirnya dipisahkan dengan kesengajaan?
170912~ Masih saja segaris senyum mengingatkan aku pada satu kisah yang tak pernah menjadi kita.
0 komentar:
Post a Comment