Seperti biasa, aku hanya bisa menyandarkan gundah di dalam hatiku sendiri. Sendiri, dan meletakkan lelah dikediaman tepian bibir. Tak ada tempat, tak ada suara, tak ada yang bisa mengerti. Atau bisa dibilang, aku sendiri yang menganggap memang tidak akan pernah ada yang bisa. Karena aku mulai muak pada ketulusan yang memainkan peran. Lebih baik sendiri saja mati dirundung kebosanan daripada harus mengikuti permainan kan? Karena sepertinya aku juga tak pandai melakukan pertunjukan di panggung megah yang hanya milik mereka bermuka ganda.
Menepikan ego, sudah berulang kali aku bahkan menghempasnya pergi. Cukup tau tentang seperti apa dunia ini, bagaimana jemari-jemarinya membelokkan pola nya melangkah. Kalau boleh aku mengumpat, Bangsat kalian semua! Bangsat!
Ini bukan tentang melanggar aturan, tapi sudah terlalu memuakkan. Ada apa dengan aku yang seorang wanita? Apa salahnya berlaku tidak benar? Bukannya terkadang manusia juga perlu menyilangkan derap langkahnya? Aku hanya muak, itu saja. Tidak kah kau mengerti? Tidak akan pernah mungkin, bahkan mau mengerti saja tidak.
Pergi kalian semua! Jangan memaksa bibirku menarik sudut-sudutnya berubah jadi deret senyum yang rekah. Kalau tidak tahu lebih baik pergi saja, menjauhlah dari atmosferku, tolong pergi dari rasa sakitku. Aku mohooooooooooon...........
Jangan mendekat, atau aku akan berteriak. Meski jeritanku takkan nampak di peraduan, meski yang terbias hanya raut muram tanpa ekspresi. Rasa sakitnya tetap akan semakin mengembang. Jadi, jangan paksa aku untuk tetap melelehkannya, senyum yang katanya memancarkan kecantikan. Jangan lagi, karena mungkin aku tak lagi lihai melakukannya.
0 komentar:
Post a Comment