Jangan kamu pikir aku yang akan mencari makna di balik abjad-abjad yang tersisa di penghujung senja. Karena sampai bulan mati gandrung pun aku tetap di sini, menepati janji untuk memahami yang menepi. Kamu salah mengartikan aku, dan sudut pandang dari arah tak tampak membuatnya makin kelu. Siapa juga yang pecaya tentang sumpah sakral tempo hari? Bahkan nadamu hanya selalu membujuk rayuan setan, menguraikan artimu sendiri. Miris.
Marah? Aku marah? Siapa bilang aku penuh amarah? Bukannya lebih bijak dibilang sakit parah. Ini tentang bagaiman mereka, atau kamu menyatukan titik-titik menjadi garis melengkung jauh dari lintasan. Atau tentang luka ku yang kian menganga, siapa yang salah? Aku? Iya, salahku? Apa urusannya denganmu? Bukannya ini hidup, untuk hidupku sendiri?
Add caption |
Luka yang ku buat, hanya sekedar jadi tolak ukur senyumku nanti, nanti. Satu saja, ku peringatkan kalau aku bukan malaikatmu. Ternyata aku juga manusia penuh benci yang meradang di dadanya, yang menggigilkan resah. Karena ternyata waktu mengalahkan ketinggianku, jarum waktu mengikis lebih dari setengah kekuatanku, dan mungkin saja memudarkan warna putihnya.
Kali ini sebuah peringatan tegas untukmu, dan sekitarku. Berhentilah mengikuti langkahku, tolong beri aku kelonggaran waktu yang lebih lama. Untuk menyepi, memaki sendiri polaku bertingkah, biar aku tau juga rasanya memaki. Kali ini saja, aku ingin mengikuti obaligat setan yang melengkingkan hening, memutari atmosfer yang sempat bening.
00.11~11-12-11
2 komentar:
Dalem :')
bangeeeeet ._.
Post a Comment