Fasih Radiana

Kalau kamu termasuk penulis dengan genre komedi, apa akan jadi sempurna tanpa tawa pembaca? Jadi, jangan pernah terbesit, kalimat asmara membuatmu kehilangan harga. Karena cinta seperti satuan terkecil yang melengkapi jutaan angka. Cinta juga yang menjadikanmu mampu membuat mereka melengkungkan tawa. Cinta bukan kisah tentang mereka yang membuat hidupnya seakan selalu kecewa, membuat hatinya terlihat selalu meluka. Cinta hanya menawarkan berbagai macam rasa. Terserah, mau pilih yang mana. Meski bukan karena seseorang yang mengelokkannya, percayalah, someday LOVE will find you. Karena cinta selalu mengajariku menyimpulkan hidup dengan lebih sederhana.

Sunday, October 20, 2013

Catatan Kenangan di Bawah Purnama


Bintang Jatuh di Mataku

Aku selalu suka dengan bulan
merayap dari balik bukit
yang samar-samar cahayanya terhalang dedaunan

Aku mengkhidmatinya;
suara angin yang mencuri sedikit kehangatan di wajahku
Aku menikmatinya;
semburat serbuk emas yang mengambang di atas awan
Berlarian, serupa kau yang jatuh tepat di mataku

Lalu di seberang mataku ada bintang
yang mekar sendirian
membelah separuh mega yang mulai petang

Sepanjang jalan yang muaranya adalah purnama
melambai-lambai di jariku
katanya, bahagia itu begitu sederhana
Sepanjang jalan yang muaranya adalah kamu
mengayun-ayun pada lembayung
aku tahu, jawabku
dalam hening yang berisik, diam yang berbisik

Sebab bulan mengikutiku, membuat bola mataku balik mengikutinya
Sebab bintang memperhatikan gerak tubuhku, menyambutku tersipu
Sebab kau menjagaku; melekati seluruhmu.

18 Oktober 2013, menjelang petang, menuju poktunggal beach


Dan aku belum pernah melakukan hal-hal yang lebih gila dari ini. Belum pernah selepas ini, seperti merpati yang keluar dari sangkarnya. Yang sudah pensiun mengirimkan surat cinta orang-orang zaman dulu. Bawalah pergi cintaku, ajak kemana kau mau ... jadikan temanmu, temanmu paling kau cinta~ *nyanyi dulu*

Pernah merasa pekatnya penat menampar-nampar wajahmu? Merasa apapun yang kaulakukan adalah kehampaan yang hakiki, pernah? Dan aku tak pernah menemui jawaban atas kekosongan di dadaku. Yang tak pernah bertemu belahannya, separuhnya ... hanya kesalahan-kesalahan atas nama cinta, hanya percikan api sementara lalu habis begitu saja di makan waktu. Apa mungkin kamu ... bisa? Ah, nggak yakin, coba yakinkan!




Ada Aku di Jejakmu

Di jejakmu ada air gemericik yang berbisik
menggelitik jemariku untuk menuliskan semuamu

Di jejakmu aku mendengar nada
irama gelombang yang buncah
berkejaran gulung-gemulung
berdesir mengurai derai dalam damai

Di jejakmu ada suara-suara yang meronta
membuat kakiku ikut mengembara
menerjang beriak yang memecah karang
lalu tenang tertuang di garis pantai
aku terbuai.

Di jejakmu aku melihat tebing-tebing
dan angin yang membelai buih
mengantar ombak-ombak yang mulai lelah berkejaran
untuk pulang ke tepian
Di jejakmu pula aku ...
mengikis semua pedih, menghapus semua letih

Dan di jejakmu aku membingkai pantai
merekam segala keindahan
tentang megahnya mega biru, langit dan laut berbaur satu padu
tentang serbuk pasir putih yang kumainkan di jemari
tentang cahaya kecil di ujung senja; menari-nari sendiri
tentang melodi-melodi yang kuresapi pada sunyi
tentang rembulan yang jadi penerang dini hari
tentang malam yang menjadi saksi; ada cinta yang mulai menampakkan diri

lalu pagi, dengan matahari kucipta puisi, 19 Oktober 2013

0 komentar:

Post a Comment